Senin, 14 November 2016

hadits tentang sholat tepat waktu


Kapan sebaiknya shalat dilaksanakan? Itulah pertnyaan yang sangat mudah dijawab, dan jawabnya hanya satu: “di saat yang tepat”. Tetapi, apa yang dimaksud dengan “tepat” berkaitan dengan waktu shalat, ternyata para ulama bersilang pendapat. Ada sebagian yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah: “pada waktunya”, dan sebagian yang lain berpendapat: “di awal waktu”. Kontroversi inilah yang semestiya segera dijawab dengan argumen yang tepat.

KETIKA seorang penafsir mencermati penggalan ayat al-Quran yang terdapat pada QS an-Nisâ’, 4/130, mereka menyatakan bahwa kata “kitâban mauqûtan”  menunjukkan batasan waktu tertentu. Maknanya adalah: “setiap shalat – yang difardhukan – memiliki batasan waktu, ada awalnya dan ada pula akhirnya. Rincian waktunya terdapat dalam ayat-ayat al-Quran yang lain, yang – kemudian –  dijelaskan lebih rinci dalam hadis-hadis Nabi s.a.w.

Umat Islam, pada umumnya, sudah enggan memperdebatkan nterval waktu pelaksanaan shalat fardhu (lima waktu), dikarenakan batasan-batasannya sudah menjadi bagian dari konsensus (ijma’), bukan saja para ulama, tetapi (konsensus) umat Islam di semua lini. Hanya saja, ketika mereka membahas tentang keutmaan melaksanakannya, mereka berselisih pandapat. Karena ada serangkaian hadis shahih yang secara redaksional menyatakan bahwa ketika Rasulullah s.a.w. ditanya tentang perbuatan yang paling dicintai oleh Allah, beliau menjawab:

“الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا”

(“Shalat tepat pada waktunya”)

Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama hadis. Antara lain oleh Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad dan Ad-Darimi — yang berasal — dari ‘Abdullah bin Mas’ud). Dengan redaksi yang bermacam-macam. Antara lain – menurut redaksi Al-Bukhari (dalam kitab Shahih al-Bukhari):

سَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »

(Aku — Abdullah bin Mas’ud — bertanya kepada Nabi (Muhammad) s.a.w.: Perbuatan apa yang paling dicintai oleh Allah? Beliau pun menjawab: “Shalat tepat pada waktunya”. Ketika ditanyakan lagi tentang persoalan yang sama, beliau pun menjawab: “Berbuat baik kepada kedua orang-tua”. Dan ketika dilajutkan lagi pertanyaannya dalam masalah yang sama, beliau pun menjawab: “Jihad di jalan Allah”.)

Para ulama yang berpendapat bahwa kata “’alâ waqtihâ” menunjuk pada makna interval waktu, mereka – pada umumnya – berpegang pada ketentuan waktu shalat yang secara tegas dijelaskan di dalam ayat-ayat al-Quran dan as-Sunnah, yang semuanya mengisyaratkan pada pengertian “interval waktu”. Oleh karena itu, mereka menyatakan bahwa hadis tersebut bermakna “pilihan” bebas bagi Islam untuk melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya (Muhammad s.a.w.). untuk melaksanaka shalat fardhu (lima waktu) dari awal (waktu) hingga batas akhirnya. Apalagi ketika hadis tersebut dipahami secara keseluruhan yang menjelaskan bahwa “shalat tepat waktu” itu terangkai dengan dua hal yang lain,yaitu: “birrul wâlidain” (berbuat baik kepada kedua orang-tua) dan “al-Jihâd fî sabîlillâh” (berjihad di jalan Allah). Ketiga hal itu bisa jadi merupakan tindakan yang sama-sama memiliki keutamaan dala konteks masing-masing, atau secara urut nilai keutamaannya bertingkat, yang paling utama adalah: “shalat tepat waktu”, kedua: “berbuat baik kepada kedua orang-tua”, dan yang ketiga: “berjihad di jalan Allah”. Sehingga rangkai kata “shalat tepat waktu”, bila dikaitkan dengan dua keutamaan yang lain (dalam hadis tersebut) tidak harus dimaknai dengan “awal waktu”. Namun, bila rangkaian kata “shalat tepat waktu” itu kita pisah dari dua keutamaan yang lain (berbuat baik kepada kedua orang-tua dan berjihad di jalan Allah), maka kita harus memlih antara: di awal hingga akhir waktu. Di sinilah – kemudian – banyak ulama yang menyatakan bahwa “shalat di awal waktu” – pada dasarnya – lebih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar